Bau kima atau kimo sangat menyengat. Saya cukup terganggu dengan baunya, dan pastilah repot mencuci ulang piranti yang dipakai untuk memasak kima. Saya tidak suka baunya, juga rasanya. Bahkan cenderung heran mengapa mbakyu saya sangat suka oseng-oseng kima.
Tapi itu dulu… sudah lebih dari 10 tahun hidangan ini absen dari dapur keluarga saya. Kabarnya kima sudah langka dan sudah lama dilarang penjualannya.
Kima biasa ditemukan di antara terumbu karang |
Mengingat kima membuat saya teringat pada pulau karimun Jawa. Pulau yang secara administrative masuk ke wilayah Jepara ini berada jauh di tengah laut sana. Karimun yang berasal dari kata krumun-krumun (samar-samar terlihat) ini adalah salah satu surganya pantai di nusantara. Pantai ini sedang booming di kalangan pelancong sehingga sekarang ini sangat lazim menemukan wisatawan mancanegara berjalan kaki di depan rumah saya di desa Bulu Jepara. Kima Jepara memang berasal dari pulau Karimun. Hewan ini banyak ditemukan di pantai karimun. Biasa juga disebut kerang raksasa karena ukurannya yang sangat sangat besar. habitatnya di antara kerumbu karang. Warnanya yang warna-warni ikut mempercantik flora fauna laut. Kabarnya kima bertambah besar 12 cm pertahun dan usia hidup kima mencapai 100 tahun. Wow!
Kima termasuk dalam kelas Bivalvia, suatu kelompok hewan bertubuh lunak yang dilindungi sepasang cangkang bertangkup. Bernapas dengan insang yang bentuknya seperti lembaran yang berlapis-lapis. Alat gerak berupa kaki perut yang termodifikasi untuk menggali pasir atau dasar perairan. Beberapa jenis, melekatkan diri pada substrat berbatu dengan semacam rambut atau organ yang disebut byssus.
Warna dan corak kima sesuai spesies Zooxanthella |
Kima bersimbiosis mutualisme dengan Zooxanthella – makhluk setengah hewan setengah tumbuhan yang bernaung di mantel kima. Zooxanthella inilah yang membuat kima memiliki warna-warni indah. Warna dan corak kima ditentukan oleh spesies ini. Selain warna, zooxanthella juga memberi tambahan nutrisi pada kima sehingga kima dapat tumbuh subur meski berada di lingkungan miskin hara.
Itulah cerita tentang kima yang menjadi posting perdana di jelajah Jepara bersama Susindra. Aka nada banyak sekali cerita tentang Jepara yang saya bagi di sini. Saya mempunyai kategori khusus Jepara di blogsusindra dan rencananya saya intensifkan di sini. FYI, insyaAllah jelajah Jepara bersama Susindra ini akan terupdate tiap hari Senin dan Kamis saja.
Terima kasih sudah membaca cerita saya, kita bertemu diposting selanjutnya.
Gambar berasal dari sini.
cantik2 kayak gitu tega ya mbk makan??hehehe..baru tahu bentuk kima 😀
LikeLike
Kima yag dimasak sudah dibuat sebagai kima kering. Sangat asin dan bau, mbak. Mencucinya boros air. Kalau tidak salah sih direndam dulu.
LikeLike
kalo denger cerita ttg baunya, kmungkinan besar saya gak doyan ni MbakAyo mbak diposting ttg Jepara, sedikit banget lo yg nyeritain Jepara 🙂
LikeLike
Iya, nih. Di blogsusindra kan aku sering cerita tentang Jepara, mbak. Sudah ada 100-an artikel dan kebanyakan artikelabadi.
LikeLike
Selamat blog barunyaUpdate terusKapan2 semoga saya bisa jalan2 ke Jepara untuk menikmati idahnya alam di sana dan melihat-lihat kerajinan JeparaSalam hangat dari Surabaya
LikeLike
Terima kasih pakde. 🙂
LikeLike
Kima itu saudaranya Komo…Kima juga suka bikin jalanan macet, karena Kima adalah Kaki Lima…
LikeLike
Ahahaha… Pak Mars cerdas berpantun!
LikeLike
Butuh guide Jepara nih Mba, sayang belum sempat mampir dalam waku lama di daerah ini. jadi masih sedikit dokumentasi yang aku punya dengan cerita minim. Indonesia membutuhkan para blogger untuk dapat mengangkat potensi daerah-daeranya Mba, Walau pakai bahasa Indonesia, dan bisa di promosikan ke para wisatwan asing mereka juga suka, apalagi kalau itu dari pengalaman pribadi kita sendiri. Yang terpenting mereka suka yang bersifat ilmu pengetahuan seni dan budaya dan bersifat unik. He,,, he,,, he,,,Salam wisata
LikeLike
Boleh bangeeett…..
LikeLike
sama spt rumput laut gtu ya mb?
LikeLike
baru tahu mb,,,bru kenal kima juga
LikeLike
Kenalan dong ! he,,, he,,, he,,,,
LikeLike